Oleh : Ririn Sulistyowati.
Dalam sebuah diklat literasi di madrasah baru- baru ini narasumber menyampaikan bahwa geliat literasi sebuah sekolah bisa dilihat dari jumlah pengunjung perpustakaannya. Hem…betul juga ya gumam batinku, karena literasi identik dengan membaca meskipun dalam pengembangannya tidak hanya membaca, tetapi tentang menulis, membaca, berhitung, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, dan membaca adalah pintu dari kesemuanya. Bagaimana mau mengenal seluk beluk, sudut sebuah tempat jika kita tidak pernah membuka pintunya. Lantas bagaimana dengan perpustakaan di madrasahku, sudahkah banyak pengunjung, penuhkah daftar hadir pengunjungnya? Rasanya aku harus meluangkan waktu sedikit menengok buku tamu perpustakaan, sekedar tahu siapa saja siswa bimbinganku yang gemar membaca di perpustakaan.
Berbicara mengenai siswa dan perpustakaan, aku ingin berkisah tentang seorang siswa, kukenal sejak remaja pemula, dan bukan hanya karena tugas sebagai seorang pembimbing/konselor aku dekat dengannya, tetapi ada sesuatu yang unik dan menarik dalam perjalanan aku membersamainya.
Hari senin pagi adalah jadwal piketku bersama salah seorang teman, tugas kami adalah berkeliling setiap pergantian jam, memastikan kegiatan pembelajaran berjalan kondusif, siswa siap berkegiatan di kelas didampingi bapak/ibu guru. Senin pagi kali ini aku masuk di kelas 7J, kuucapkan salam dan kulihat Bu Heni sudah siap mengajar, eits…pandanganku tertahan di meja deret tengah paling depan, seorang anak menelungkupkan wajahnya di meja, penasaran kutepuk tangannya, dia kaget dan mendongakkan kepala, matanya merah, lah…aku kaget, tidur di jam pertama pembelajaran, masih pagi. Sontak seluruh siswa tertawa, bu Heni segera menenangkan. Bu Heni menyampaikan kepadaku bahwa anak ini sangat sering tidur di kelas. Kudekati anak tadi, kubisikkan kalimat “nanti menemui bu Guru ya, setelah jam istirahat, sekarang cuci muka dulu nak..”, dia mengangguk. Setelah mengucapkan salam kepada anak-anak, aku melanjutkan tugas berkeliling ke kelas yang lain.
Adzkiya (bukan nama sebenarnya), perawakan kecil, cuek, tapi bisa kulihat dia anak yang cerdas. Kubuka data bimbinganku, kucari namanya. Benar saja, dia anak yang cerdas, bersekolah di madrasah ini lewat jalur prestasi juara olimpiade madrasah. Kutemui beberapa permasalahan dari hasil wawancara, anak yang introvert, merasa tidak disukai teman, dan teman-teman menjauh. Kutanyakan, apa yang kamu lakukan ketika kamu jarang bersama temanmu. Dengan mantap dia menjawab, ke perpustakaan. Hampir setiap waktu, dua kali jam istirahat, atau ketika menunggu orang tua menjemput. Kulanjutkan dengan pertanyaan, apa yang dia sukai di perpustakaan. Tenang, nyaman, bebas membaca banyak koleksi buku, menulis dan berimajinasi jawabnya. Kurasakan semangatnya, matanya berbinar ketika dia menceritakan aktifitasnya di perpustakaan. Jauh dalam hatinya dia pasti gundah, tidak mudah menjadi berbeda dengan anak kebanyakan. Kutunjukkan dukunganku, aku suport dia melanjutkan itu. Dan kususun jadwal bimbingan selanjutnya untuk melihat perkembangan perjalanannya.
Adzkiya yang sekarang, kulihat mengikuti kegiatan Sasisabu di madrasah, antusias, aktif, dia kirimkan hasil karyanya kepadaku, dan aku seperti membaca KKPK, novel remaja yang biasa dibeli anakku di toko buku Gramedia. Dia aktif dalam pembelajaran di kelas, nimbrung dalam kegiatan diskusi, kehidupan sosial selayaknya seorang remaja yang butuh bergaul dengan teman sebaya.
Adzkiya, dari perpustakaan kamu banyak belajar banyak hal, mengolah bermacam ide. Dari perpustakaan kamu mengalihkan kegundahan gejolak masa remajamu menjadi sesuatu yang positif, gejolak yang berbuah menjadi karya. Kamu mengajarkan tidak masalah menjadi introvert, belajar menjalani proses. Pasti ada sesuatu di perpustakaan yang mampu merubahmu, bisa jadi sumber bacaan yang ada di dalamnya. Dan beruntungnya kamu, di madrasah kita tersedia perpustakaan yang cukup represtatif. Dan Adzkiya hanya salah satu, masih banyak siswa lain yang dapat memanfaatkan perpustakaan sebagai media mengolah imajinasi menjadi prestasi. Dari perpustakaan akan lahir jiwa baru dengan ragam macam talenta. Kami para guru akan selalu mendampingi. Dan perpustakaan adalah salah satu pilihan kami, karena bagaimana seorang bersikap adalah dari apa yang mereka baca. Sehingga tidak salah kiranya bahwa perpustakaan dapat menjadi pembangun peradaban.