Muridku, Korban Sekaligus Pelaku Bullying

oleh : Laili Suryana

Bullying tampaknya sudah menjadi masalah sosial di zaman modern ini. Bullying bukan masalah iseng-iseng saja karena banyak kasus bullyng yang berujung kematian. Ironisnya, kasus ini justru kebanyakan terjadi di lingkungan sekolah. Sebagai guru BK, tak hanya sekali atau dua kali saya menangani kasus bullying ini. Berikut salah satu contoh kasus korban bullying yang kemudian menjadi pelaku bullying, yang pernah saya bimbing. Pembaca, izinkan saya menuturkan kisah ini dari sudut pandang murid saya.

Saya dilahirkan dari keluarga yang tidak mampu, yang sejak usia 2 tahun ditelantarkan oleh orang tua saya di salah satu pasar tradisional. Aku bersyukur karena Allah SWT Maha Adil. Ada orang tua dengan kondisi ekonomi sederhana yang menemukan saya, sekaligus merawat, mengasuh, mendidik sampai saya tumbuh dewasa. Saya mendapat perlakuan yang hangat dari kedua orang tua baru saya sampai usia 9 tahun.

Sepeninggal ibu angkat saya, kondisi berubah drastis. Saya tidak lagi menemukan kehangatan di dalam keluarga. Saya sering mendapat perlakuan yang tidak baik oleh saudara angkat saya. Setiap hari saya disuruh mengerjakan tugas saudara-saudara angkat saya secara beruntun. Mereka tanpa kenal ampun akan menyiksa saya apabila tugas yang mereka berikan tidak dikerjakan dengan baik dan ini dilakukan ketika tidak ada bapak.

Setiap malam, sebelum tidur, saya menangis dan merasakan kesakitan akibat pembullyan dari saudara angkat saya, Hal ini terus-menerus saya rasakan sampai kelas 4 SD. Saat saya kelas 5 SD, barulah saya mencari kompensasi dengan cara membalas dendam kepada teman sekolah saya. Rasa sakit hati akibat perlakuan saudara angkat saya, akhirnya saya lampiaskan kepada teman sekolah yang sebenarnya tidak bersalah sama sekali. Tidak segan- segan saya membully mereka sampai orang tua korban marah dan ingin memukul saya.

Wali kelas pun kewalahan menasehati dan mendidik saya untuk berubah jadi anak yang baik. Kejahatan ini terus saya lakukan hingga kelas 6. Dampaknya, bapak angkat saya dipanggil dan diminta untuk lebih ketat mengawasi putranya agar bisa lulus SD. Alhamdulillah, walaupun bengal saya bisa lulus SD dan diterima di salah satu madrasah negeri  di kotaku.

Madrasah baruku sangat luas, siswanya banyak, dan gurunya lebih dari 50 orang. Saya masuk di kelas 7xx dan punya teman baru setelah 1 minggu KBM. Ternyata kebiasaan jelek saya waktu di SD mulai kumat. Saya merasa punya teman baru untuk membully. Akibatnya wali kelas 7xx pun memanggil saya. Namun, nasihat wali kelas hanya masuk ke telinga kiri dan keluar lagi dari telinga kanan. Saya tetap punya hobby membully dan ini saya lakukan setiap jam istirahat.

Hingga suatu ketika, korban bully itu lapor ke BK. Saya pun dipanggil oleh guru BK. Di sini, saya mulai merasa terharu karena merasakan ada perhatian  khusus dari guru BK. Mereka dengan sabar mencari penyebab saya membully teman saya. Sejak kejadian itu saya berubah menjadi anak yang baik. Namun sayang,  saya hanya kuat bertahan sampai 6 bulan. Selebihnya saya kembali berulah. Walau bapak sering dipanggil, saya tetap jadi pembuli sampai kelas 8. Akhirnya saya dipindahkan dari MTsN dengan harapan ada perubahan tingkah laku saya. Ada kesan yang sangat mendalam dari ucapan pembimbing saya yaitu nasehat beliau agar saya berubah. Nasihat itu saya laksanakan di sekolah yang baru. Akhirnya, saya bisa lulus dari MTs dan diterima di salah satu Sekolah Kejuruan Negeri.

            Dari contoh kisah murid saya tersebut, dapat kita simpulkan bahwa perilaku bullying harus segera kita bimbing bersama. Kita selaku guru jangan mudah memvonis pelaku bullying. Kita harus tahu penyebabnya. Dengan bimbingan kita dan seiring usia perkembangannya, mereka akan menyadari apa yang dilakukan. Ayo, cegah bullying di zaman modern ini!

***

Jember, 12 Agustus 2022

Re-Post : http://www.gurusiana.id/lailisuryana/

Leave a Reply